Jakarta, PR Politik – Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS, Ateng Sutisna, menilai lambannya perkembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) menunjukkan perlunya revisi serius terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Menurutnya, revisi harus mampu menjawab problem regulasi sekaligus menciptakan iklim investasi yang lebih pasti agar pengelolaan sampah menjadi energi dapat berjalan optimal.
“Hingga kini pengembangan PLTSa di Indonesia masih berjalan tidak optimal. Hanya ada dua yang telah beroperasi, yakni di Benowo Surabaya dan Bantar Gebang Bekasi,” ujar Ateng.
Ia menambahkan, persoalan PLTSa bukan sekadar teknis pembangunan, tetapi juga berkaitan dengan keekonomian proyek. Kebijakan harga beli listrik oleh PT PLN (Persero) sebagai pemegang hak jual listrik satu-satunya di negeri ini menjadi salah satu faktor utama yang membuat investor enggan masuk.
“Kalau harga beli listriknya tidak menguntungkan, sulit bagi swasta untuk menanamkan modal,” jelasnya.
Selain itu, Ateng menilai pemerintah daerah juga menghadapi keterbatasan dalam mendorong proyek PLTSa karena regulasi yang tidak memberi kepastian. Padahal, volume sampah di kota-kota besar terus meningkat, sementara kapasitas pengolahan masih jauh dari memadai.
Ateng menjelaskan bahwa Fraksi PKS konsisten mendorong pemerintah agar serius mengembangkan PLTSa sebagai bagian dari solusi energi terbarukan.
“Kami berpandangan bahwa revisi Perpres Nomor 35 Tahun 2018 harus memberi kejelasan regulasi, skema insentif, dan kepastian harga listrik agar PLTSa bisa berkembang,” tegasnya.
Dengan skema harga listrik yang adil dan kontrak jual-beli yang jelas, lanjutnya, keterlibatan swasta akan lebih mudah terwujud. Hal ini diharapkan mampu mempercepat replikasi PLTSa di berbagai kota besar sehingga mewujudkan konsep pengelolaan energi terbarukan.
“Revisi Perpres harus jadi momentum untuk memperjelas kepastian regulasi dan investasi. Tanpa itu, masalah sampah hanya akan menumpuk tanpa solusi, sementara teknologi yang bisa dimanfaatkan justru tidak berkembang,” pungkas Ateng.