Jakarta, PR Politik – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Yahya Zaini, mengungkapkan keprihatinannya terhadap hasil survei Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang menunjukkan lebih dari 50% perusahaan melakukan pengurangan tenaga kerja (PHK) akibat tekanan ekonomi. Menurutnya, kondisi ini menjadi alarm serius bagi stabilitas sosial dan ekonomi nasional.
“PHK besar-besaran tidak hanya berdampak pada pekerja dan keluarganya, tapi juga menimbulkan efek domino pada stabilitas sosial dan ekonomi nasional,” tegas Yahya dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (30/7/2025).
Ia menilai tren PHK tidak bisa dilihat semata sebagai isu hubungan industrial, melainkan mencerminkan krisis adaptasi ekonomi nasional terhadap tekanan global dan pelemahan daya beli dalam negeri. Menurutnya, fenomena ini harus direspons melalui pendekatan kebijakan yang terintegrasi, lintas sektor, dan berpihak pada keberlangsungan usaha serta perlindungan tenaga kerja.
“Kita tidak bisa membiarkan dunia usaha menanggung beban sendiri tanpa kehadiran negara dalam bentuk intervensi kebijakan yang konkret,” ujarnya.
Sebelumnya, Apindo melaporkan bahwa lebih dari separuh perusahaan yang disurvei menyatakan telah melakukan PHK akibat ketidakpastian ekonomi yang berkepanjangan. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut jika tidak diantisipasi secara serius.
Sebagai respons, Yahya mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk memperkuat program reskilling dan upskilling tenaga kerja, khususnya di sektor-sektor yang terdampak restrukturisasi. Ia juga menekankan pentingnya skema perlindungan sosial yang fleksibel dan adaptif terhadap gelombang PHK, terutama bagi pekerja informal dan kontrak.
“Harus ada juga skema perlindungan sosial yang fleksibel dan adaptif terhadap gelombang PHK, terutama bagi pekerja informal dan kontrak. Tingkatkan pengawasan pelaksanaan PHK agar tetap dalam koridor hukum dan mengedepankan dialog sosial antara pengusaha dan pekerja,” ujarnya.
Lebih jauh, Yahya mengingatkan bahwa perlindungan tenaga kerja dan keberlangsungan usaha tidak boleh diposisikan sebagai dua kutub yang saling bertentangan. Justru dalam situasi krisis, keduanya harus saling menopang.
“Negara tidak boleh hadir hanya sebagai penonton, tetapi sebagai pengarah kebijakan yang mampu menciptakan ekosistem ekonomi yang berkeadilan,” pungkasnya.
Sumber: kabargolkar.com
 
															 
											














