Surakarta, PR Politik – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati, menegaskan bahwa pelestarian batik bukan sekadar menjaga warisan budaya, tetapi juga merupakan strategi penting dalam diplomasi budaya (soft power) Indonesia. Hal itu ia sampaikan saat melakukan kunjungan kerja reses ke Kampung Batik Laweyan, Surakarta, Sabtu (26/7).
“Batik sudah menjadi identitas budaya Indonesia yang diakui dunia. Bahkan, tekstil dan tren fashion di Afrika pun banyak yang berkembang dari batik Indonesia. Ini menunjukkan betapa kuatnya budaya kita jika dikembangkan dengan baik,” ujar Saraswati.
Ia menyoroti tantangan utama dalam pelestarian batik, yaitu minimnya regenerasi pengrajin batik tradisional. Untuk menjawab tantangan ini, Saraswati mendorong adanya edukasi sejak usia dini serta program-program sosialisasi yang dapat menanamkan rasa cinta dan bangga terhadap batik kepada generasi muda.
“Kalau dari kecil mereka sudah dikenalkan dengan batik, maka akan tumbuh rasa bangga dan rasa memiliki, yang menjadi modal penting untuk regenerasi,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, politisi Partai Gerindra itu juga menyoroti peluang besar dari kerja sama perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa (UE). Ia menyebut bahwa kesepakatan tersebut memungkinkan produk tekstil dan batik masuk ke pasar Eropa dengan bea masuk 0%, sebuah peluang emas bagi pengrajin muda Indonesia.
“Kalau dimanfaatkan dengan baik, pengrajin muda bisa membuka akses ke pasar internasional dengan potensi luar biasa,” katanya.
Lebih jauh, Saraswati mendorong agar pemerintah daerah turut aktif memperkuat sektor industri kreatif melalui regulasi. Ia mengusulkan diterbitkannya peraturan daerah (perda) yang mewajibkan penggunaan bahan baku dan serat alam lokal dalam produksi batik dan industri kreatif lainnya.
“Inilah langkah konkret agar industri batik tidak hanya berkembang di hilir, tetapi juga menghidupkan perekonomian dari hulu,” pungkasnya.
Sumber: fraksigerindra.id