Ateng Sutisna: Tata Kelola Sumur Minyak Rakyat Harus Anti-Rente dan Transparan

Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS, Ateng Sutisna | Foto: Humas PKS DPR RI (dok)

Jakarta, PR Politik – Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi PKS, Ateng Sutisna, menanggapi langkah pemerintah untuk menata pengelolaan sekitar 45 ribu sumur minyak rakyat sebagaimana diumumkan oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Program ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat lokal, bukan hanya bagi pelaku besar atau pihak perantara.

“Aturannya sudah tepat jika ingin memberikan kepastian hukum dan manfaat ekonomi di sekitar sumur rakyat. Tapi kita harus memastikan jangan sampai ini melahirkan ladang rente baru,” ujar Ateng, Jumat (17/10/2025).

Menurutnya, kebijakan ini memiliki dua tujuan utama: memberikan legalitas dan kepastian hukum bagi sumur rakyat yang selama ini beroperasi secara informal, serta meningkatkan produksi minyak nasional (lifting) dengan mengoptimalkan potensi sumur kecil yang tersebar di berbagai daerah.

Lebih lanjut, Ateng menegaskan bahwa legalisasi harus mampu mengubah pola lama yang sering tidak adil, di mana hasil sumur rakyat kerap hanya dinikmati oleh perantara atau pemodal besar.
“Masyarakat lokal harus mendapatkan bagi hasil secara transparan, sekaligus memperoleh manfaat seperti penyerapan tenaga kerja yang dapat mengurangi pengangguran,” tambahnya.

Namun, ia mengingatkan bahwa program ini hanya akan benar-benar pro-rakyat jika seluruh rantai nilainya dibuat transparan dan bebas dari praktik rente. Ia juga menekankan perlunya pengawasan publik serta sanksi tegas bagi pihak yang menyalahgunakan kewenangan.
“Potensi rente bisa muncul di banyak aspek — mulai dari proses perizinan, akses modal dan alat, hingga penetapan harga offtaker dan pencatatan volume produksi. Kalau tidak ada sistem transparan dan pengawasan publik, maka kita hanya memindahkan rente lama ke bentuk baru,” tegasnya.

Baca Juga:  Ahmad Sahroni Minta Polres Jakut Bebaskan Tanjung Priok dari Premanisme dan Tawuran

Untuk itu, Ateng mengusulkan desain tata kelola anti‐rente yang komprehensif sebagai acuan pemerintah dalam implementasi Program Sumur Minyak Rakyat (SMR). Ia memaparkan tiga langkah utama yang perlu diterapkan:

Pertama, membangun Sistem Registri Nasional Sumur Rakyat berbasis GIS dan e‐licensing dengan prinsip satu peta, satu registri, satu ID sumur. Sistem ini harus mencatat status hukum, operator (koperasi/UMKM/BUMD), masa izin, dan data produksi harian. Seluruh proses izin harus dilakukan secara end‐to‐end digital dengan audit trail terbuka.

Kedua, menerapkan seleksi operator berbasis merit dan kuota transparan, dengan kriteria objektif seperti rekam jejak pelatihan, kesiapan modal, rencana lingkungan (RKL‐RPL), dan keterlibatan komunitas lokal. Proses seleksi perlu diumumkan secara terbuka, disertai masa sanggah publik 7–14 hari, serta larangan bagi pejabat aktif atau keluarganya menjadi beneficial owner.

Ketiga, memastikan standar kontrak dan harga serapan (offtake) ditetapkan secara formula‐based, menggunakan indeks biaya angkut dan kualitas minyak yang terpublikasi agar tidak dapat dimanipulasi pihak tertentu.

“Pelajaran pahit dari praktik rente dalam program MBG harus menjadi pembelajaran bagi program ini. Kuncinya adalah data real-time metering, transaksi non-tunai, formula harga terbuka, pengadaan kompetitif, dan pengawasan publik yang nyata,” pungkas Ateng.

Bagikan:

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

Infografis Terbaru