Jakarta, PR Politik – Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati, menyoroti fenomena deflasi tahunan yang baru pertama kali terjadi sejak Maret 2000. Pernyataan tersebut ia sampaikan setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data yang menunjukkan tren deflasi tahunan. Sebelumnya, Indonesia juga mengalami deflasi bulanan berturut-turut dari Mei hingga September 2024.
“Artinya, setelah 25 tahun, Indonesia kembali mengalami deflasi tahunan. Lembaga eksekutif perlu mendalami situasi ini dan mewaspadainya,” ujar Anis di Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Deflasi yang terjadi secara berkelanjutan, menurutnya, mencerminkan kondisi di mana masyarakat tidak mampu mengonsumsi barang secara normal atau bahkan menunda konsumsi mereka. Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menilai bahwa salah satu penyebab utama deflasi adalah daya beli masyarakat yang masih lemah.
“Deflasi ini terjadi secara berturut-turut selama beberapa bulan, seperti yang terlihat pada Januari sebesar 0,76 persen dan Februari sebesar 0,02 persen,” jelasnya.
Lebih lanjut, Anis menyoroti bahwa meskipun Purchasing Managers’ Index (PMI) mengalami kenaikan pada Februari 2025, mencapai 53,6 dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,9, namun dari sisi permintaan, daya beli masyarakat masih menjadi tantangan. Berdasarkan catatan BPS, pada 2024, jumlah kelas menengah di Indonesia hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara dengan 17,13 persen dari populasi. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2019, yang mencatat jumlah kelas menengah sebanyak 57,33 juta orang atau 21,45 persen. “Sebanyak 9,48 juta orang turun kelas, ini menjadi indikator menurunnya daya beli masyarakat,” ungkapnya.
Legislator PKS ini juga menilai bahwa Kabinet Merah Putih harus menghadapi tantangan makroekonomi yang diwariskan dari pemerintahan sebelumnya. Oleh karena itu, kementerian terkait perlu segera mengambil langkah konkret dalam menangani deflasi yang berkelanjutan.
“Penurunan harga yang terus-menerus dapat mengurangi aktivitas ekonomi, yang pada akhirnya akan semakin menekan harga,” katanya.
Meskipun BPS menyebut bahwa deflasi kali ini disebabkan oleh diskon tarif listrik, Anis tetap mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat.
“Memasuki bulan Ramadan, diharapkan konsumsi masyarakat meningkat. Berdasarkan kajian Redseer Strategy Consultants, total belanja masyarakat Indonesia selama Ramadan 2025 diperkirakan mencapai Rp 1.188 triliun. Pemerintah harus memastikan adanya insentif seperti diskon tarif transportasi dan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja, termasuk pengemudi ojek online, guna mendorong permintaan secara keseluruhan dalam perekonomian,” pungkasnya.
Sumber: fraksi.pks.id















