Jakarta, PR Politik – Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang bermitra dengan Kementerian Haji dan Umrah, Hidayat Nur Wahid (HNW), menyampaikan persetujuan Fraksi PKS atas penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2026 M sebesar Rp87.409.366 per jemaah. Angka tersebut turun sekitar Rp2 juta dari BPIH tahun 2025 yang mencapai Rp89.410.258.
Sementara itu, biaya haji yang dibayarkan langsung oleh calon jemaah haji (Bipih) ditetapkan sebesar Rp54.194.366, turun sekitar Rp1,2 juta dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp55.431.750.
HNW mengapresiasi tren penurunan biaya haji sebagaimana menjadi komitmen Presiden Prabowo Subianto dan yang sejak lama diperjuangkan oleh Komisi VIII DPR RI. Ia menjelaskan bahwa usulan awal pemerintah untuk BPIH 2026 sebesar Rp88.409.365 dan Bipih Rp54.924.000, namun Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII berhasil memperjuangkan tambahan penurunan hingga disepakati menjadi Rp87.409.366.
“Saya mengapresiasi perjuangan Komisi VIII DPR RI dengan Panja Biaya Penyelenggaraan Hajinya yang, sekalipun dalam masa reses, tetap maksimal melaksanakan rapat kerja maraton dengan Kementerian Haji dan Umrah agar segera bisa memutuskan soal biaya haji dan persiapan haji lainnya. Dengan demikian, penyiapan penyelenggaraan haji bisa dilakukan lebih baik lagi. Sehingga bisa disepakati prinsip-prinsip penyelenggaraan haji yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, serta dikaji dan disepakati biaya haji untuk tahun 2026 M yang turun dari biaya tahun sebelumnya, hal yang sesuai dengan harapan calon jemaah haji dan arahan Presiden Prabowo. Maka Fraksi PKS DPR RI menyetujui keputusan tersebut dengan catatan, sekalipun biaya haji bisa diturunkan, pelayanan haji dan penyelenggaraan haji sejak di Indonesia, di Arab Saudi, hingga kembali lagi ke Indonesia, tidak boleh turun, bahkan harus semakin baik dan meningkat,” ujar Hidayat dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI di Senayan, Rabu (29/10).
Politisi PKS yang juga Anggota Panja BPIH DPR RI ini menilai, meskipun penurunan biaya haji tahun ini belum optimal, hasil tersebut tetap patut disyukuri karena merupakan capaian maksimal di tengah keterbatasan waktu pembahasan. Keterlambatan itu disebabkan adanya transisi kelembagaan dari Kementerian Agama ke Kementerian Haji dan Umrah sebagai penyelenggara ibadah haji.
Menurut Hidayat, kondisi tersebut membuat pembahasan biaya haji harus dilakukan dalam waktu singkat, karena pemerintah Arab Saudi telah menetapkan batas waktu pembayaran dan persiapan operasional haji. Ia pun mengusulkan agar pembahasan penyelenggaraan haji di tahun-tahun berikutnya dilakukan lebih awal agar ruang negosiasi dan potensi penurunan biaya dapat lebih besar.
HNW menyebutkan beberapa langkah efisiensi yang bisa ditempuh, di antaranya melalui sistem kontrak multiyears pada layanan akomodasi, pengurangan durasi tinggal jemaah di Arab Saudi, serta evaluasi terhadap harga tiket pesawat carter.
“Untuk haji tahun 2026 ini, karena kondisi-kondisi keterbatasan di atas, kami bisa memahami dan mengapresiasi biaya haji bisa turun hingga Rp2 juta. Namun untuk tahun depan, pembahasan soal biaya haji ini harus kita mulai lebih awal, sehingga hal-hal yang sudah sejak lama menjadi evaluasi terkait potensi penurunan biaya haji bisa diimplementasikan dan mengurangi beban biaya calon jemaah tanpa membebani keuangan haji yang dikelola oleh BPKH. Dengan demikian, biaya yang ditanggung jemaah bisa lebih efisien dan sesuai dengan harapan Presiden Prabowo,” sambungnya.
Lebih lanjut, Anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta II (Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Luar Negeri) ini juga menekankan pentingnya perbaikan kualitas pelayanan oleh pihak syarikah di Arab Saudi. Ia menegaskan agar Kementerian Haji dan Umrah memastikan dua syarikah yang ditunjuk mampu memberikan pelayanan terbaik dan tidak mengulangi permasalahan yang sempat dikeluhkan jemaah pada pelaksanaan haji 2025.
Hidayat juga mengingatkan agar calon jemaah yang telah melunasi biaya haji tahun lalu tetapi belum berangkat, diprioritaskan untuk berangkat pada tahun 2026, dan kelebihan pembayaran mereka segera dikembalikan. Usulan tersebut disetujui oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Ia menambahkan, Kementerian Haji dan Umrah yang sebelumnya merupakan Badan Penyelenggara Haji (BPH) memiliki pengalaman dalam mendampingi Kementerian Agama menyelenggarakan ibadah haji, sehingga harus mampu memaksimalkan pengalaman baik yang sudah ada.
“Kita berharap pengalaman BP Haji tahun lalu dalam mendampingi penyelenggaraan haji bersama Kementerian Agama dapat benar-benar dimaksimalkan. Pengalaman yang baik dari Kementerian Agama agar dilanjutkan, sedangkan yang kurang baik harus dipastikan tidak terulang kembali di era penyelenggaraan haji oleh Kementerian Haji dan Umrah. Dengan demikian, jemaah haji Indonesia semakin aman dan nyaman, memperoleh kemabruran, dan dengan doa yang maqbul turut mendoakan Indonesia agar benar-benar menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” pungkasnya.















