Jakarta, PR Politik — Pakar komunikasi politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto, menekankan pentingnya memperkuat peran dan kelembagaan Kantor Komunikasi Kepresidenan RI (Presidential Communication Office/PCO) sebagai garda depan komunikasi presiden. Menurutnya, keberadaan PCO harus ditempatkan sebagai organ strategis dalam tata kelola komunikasi pemerintahan, bukan sekadar simbol atau asesoris birokrasi.
“Komunikasi presidensial itu memiliki tiga karakter utama: otoritatif, official, dan direktif. Maka posisi Kepala PCO harus melekat dengan Presiden. Tidak ideal jika PCO ditempatkan jauh dari Istana,” ujar Gun Gun.
Gun Gun menyebut, di banyak negara seperti Amerika Serikat, unit komunikasi kepresidenan berada dalam satu kompleks dengan kantor presiden agar proses komunikasi dan pengambilan keputusan dapat berjalan efektif. Ia menilai kedekatan fisik dan emosional antara presiden dan Kepala PCO menjadi syarat mutlak agar narasi utama pemerintahan dapat disusun dan dikomunikasikan secara konsisten.
“PCO harus menjadi garda terdepan dalam proses finding recommendation kepada Presiden, menyusun narasi, dan mendistribusikan informasi melalui juru bicara yang memahami arah kebijakan Presiden,” jelasnya.
Lebih lanjut, Gun Gun mengidentifikasi tiga persoalan utama dalam tubuh PCO yang harus segera dibenahi: kelembagaan, pengelolaan data, dan distribusi peran. Ia menekankan pentingnya memperjelas struktur dan otoritas PCO agar tidak terjadi tumpang tindih dengan lembaga lain seperti Kementerian Sekretariat Negara.
“Kalau PCO ini mau berfungsi sebagai ‘gatekeeper’ komunikasi presiden, maka harus dipimpin oleh figur yang memiliki kedekatan dengan Presiden, memahami protokol komunikasi presidensial, dan mampu menjaga batas antara informasi publik dan privasi negara,” tegasnya.
Menurutnya, komunikasi pemerintah hari ini bukan sekadar menyampaikan informasi, melainkan harus mampu mengelola persepsi publik, merespons krisis, dan menjaga citra institusi. Untuk itu, dibutuhkan sistem kerja yang tertib dan berbasis data.
“Tanpa data yang kuat, mustahil komunikasi bisa tepat guna dan tepat sasaran. Maka PCO juga harus memiliki tim yang andal dalam manajemen data dan informasi,” katanya.
Lebih lanjut, Gun Gun menilai tantangan komunikasi di era Prabowo jauh lebih kompleks dibanding era sebelumnya. Kabinet yang lebih gemuk dan intensitas informasi yang tinggi di era digital menjadi tantangan serius. Apalagi, gaya komunikasi Prabowo yang dynamic, cenderung spontan dan tampil langsung di publik, berbeda jauh dengan gaya Presiden Jokowi yang lebih irit bicara namun intens membangun komunikasi di balik layar.
“Setiap gaya kepemimpinan membutuhkan pendekatan komunikasi yang berbeda. Presiden Prabowo cenderung memiliki dynamic style, penuh letupan-letupan diksi di ruang publik. Hal ini menuntut tim komunikasi yang sigap, adaptif, dan profesional—serta memiliki kepekaan tinggi dalam mengantisipasi potensi disinformasi dan krisis narasi,” jelasnya.
Ia menegaskan, PCO masih sangat dibutuhkan, asalkan tidak hanya hadir sebagai pelengkap. “Kalau hanya sekadar ada tapi tidak fungsional, lebih baik ditiadakan. Tapi kalau dioptimalkan dengan struktur dan SDM yang profesional, PCO bisa menjadi solusi atas berbagai kebuntuan komunikasi pemerintahan,” kata Gun Gun.
Mengakhiri pernyataannya, ia menekankan bahwa setiap kebijakan publik harus selalu dibarengi oleh komunikasi yang terstruktur dan strategis.
“Tidak ada pemerintahan di era sekarang yang bisa berjalan efektif tanpa komunikasi kebijakan yang memadai. Kalau tidak ditangani serius, akan muncul paradoks yang berujung pada hilangnya kepercayaan publik,” pungkasnya.
Sumber: wawancara ekslusif di detiksore
 
															 
											














