Dede Yusuf Soroti Sertifikasi Tanah, Desak Pemerintah Selesaikan dalam Satu Tahun

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf | Foto: DPR RI (dok)

Bogor, PR Politik – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menyoroti masih maraknya bidang tanah yang belum bersertifikat di berbagai daerah, termasuk di Kota Bogor, yang rentan terhadap klaim sepihak, termasuk oleh mafia tanah. Hal ini disampaikannya dalam kunjungan kerja spesifik Komisi II DPR RI ke Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (22/5/2025).

“Beberapa penggunaan lahan yang belum bersertifikat masih ada beberapa ribu bidang dan konteksnya, justru yang paling banyak di sini adalah masalah sengketa,” ujar politisi Partai Demokrat ini dalam keterangan persnya, dikutip Sabtu (24/5/2025).

Menurut Dede, persoalan utama dalam isu pertanahan adalah tingginya angka sengketa yang terjadi, baik antar masyarakat, ahli waris, maupun dengan pemerintah daerah, akibat belum adanya sertifikasi resmi. Ia juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap aset-aset milik pemerintah daerah yang belum memiliki sertifikat, sehingga sangat rawan diklaim oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.

“Kami mendorong agar aset-aset Pemda harus segera disertifikatkan. Jangan sampai di kemudian hari diklaim oleh mafia-mafia tanah yang menggunakan embel-embel sebagai ahli waris dan lain-lain,” tegasnya.

Sebagai langkah konkret, Dede mendorong agar seluruh proses sertifikasi tanah dapat diselesaikan maksimal dalam waktu satu tahun ke depan. Ia juga menyoroti pentingnya integrasi data pertanahan secara nasional, mengingat selama ini ketidaksinkronan data sering menimbulkan tumpang tindih klaim.

“Kalau mau jujur, pendataan kita ini belum terintegrasi. Ada data si A, ada data si B, atau bahkan dulu belum diukur. Akhirnya saling klaim. Sekarang pemerintah harus memiliki data seluruh bidang tanah di Indonesia,” ujarnya.

Dede menyebut bahwa saat ini baru sekitar 70 persen bidang tanah di Indonesia yang terdata. Sisanya masih belum tercatat atau belum memiliki sertifikat. Ia menekankan bahwa proses ini tidak hanya memerlukan pemetaan teknis, tetapi juga informasi sejarah kepemilikan serta validasi di lapangan.

Baca Juga:  H. Sumail Abdullah Tinjau Wilayah Terdampak Gempa di Situbondo, Dorong Percepatan Rehab Rekon

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya sinergi antara Kementerian ATR/BPN dan pemerintah daerah. Pelibatan langsung perangkat desa, lurah, dan camat dianggap sangat strategis karena mereka yang paling memahami situasi riil di lapangan.

“Kalau untuk pengukuran semua dibebankan ke BPN, tentu tidak akan cukup anggarannya. Tapi kalau pemerintah daerah memberikan dukungan, misalnya bantuan dana untuk proses pengukuran, maka hasilnya akan bermanfaat. Setelah ada data, pajak juga jadi jelas,” jelasnya.

Komisi II DPR RI, kata Dede, akan terus mendorong dan mengawasi percepatan sertifikasi tanah serta integrasi data pertanahan demi memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan mencegah praktik mafia tanah yang merugikan publik.

 

Sumber: fraksidemokrat.com

Bagikan: